Sabtu, 23 Januari 2010

Penyaluran BSM Perlu Pengawasan

KARAWANG, (MK),- Terkait peyaluran dana Bantuan Beasiswa Siswa Miskin (BSM) di Kabupaten Karawang, perlu pengawasan. Pasalnya penyaluran dana yang seharusnya di berikan kepada siswa yang berasal dari golongan masyarakat kurang mampu dalam pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan tujuan program.

Berdasarkan pemantauan “MK” penyaluran program BSM dibeberapa kecamatan kabupaten Karawang, diduga tidak sesuai dengan ketentuan dan terkesan tidak transfaran dalam penyalurannya.

Sejumlah sekolah yang menerima dana BSM mengaku pembagian BSM dengan pola dibagi rata karena dana yang diterima tidak sesuai dengan usulan yang diajukan. Sementara apabila yang pada awalnya diajukan kemudian tidak mendapatkan tentu akan menimbulkan masalah, karena dalam mengusulkan siswa penerima BSM sudah melengkapi persyaratan yang mereka buat dan diketahui oleh pemerintah desa setempat.

“Dengan demikian maka BSM dibagi kepada siswa lain dengan dasar musyawarah dengan para orang tua siswa dan komite sekolah.” Jelas salah satu kepala sekolah MIS di Pakisjaya yang tak bersedia ditulis identitasnya.

Lain halnya yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap (SMP-Satap) Pakisjaya, dari jumlah siswa sebanyak 75 siswa yang ada di kelas VIII dan IX yang diusulkan seluruhnya mendapatkan, yang besarnya masing-masing siswa menerima Rp. 265.500. Sementara 32 siswa kelas VII tidak mendapatkan BSM karena belum diusulkan sebagai siswa penerima BSM.

Keterangan yang berhasil dihimpun dari beberapa sumber, pembagian BSM di sekolah tersebut dianggap tidak transfaran.

Asep, orang tua dri siswa bernama Amaludin mengatakan, ketika ada musyawarah orang tua siswa tidak diundang seluruhnya, menurut keterangannya ada 5 orang tua yang tidak diundang termasuk dirinya.

Ia menilai musyawarah yang telah dilakukan dianggap tidak transparan dan perlu diadakan musyawarah kembali agar dapat menjelaskan segala persoalan yang dianggapnya tidak transpara.

Asep menjelaskan, dana BSM yang seharusnya diterima anaknya sebesar Rp. 265.500 hanya diterima sebesar Rp. 150.000, sementara ia menganggap sisanya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Selain Asep, orang tua siswa yang mempertanyakan terkait hal tersebut, Kimyong,namun sayang ketika ditemui dirumahnya yang bersangkutan tidak ada ditempat.

Darki, Ketua Komite SMP Satap ketika dikonfirmasi terkait adanya reaksi dari para orang tua siswa mengatakan, membenarkan adanya insiden yang dilakukan oleh wali murid yang bernama kimyong, yang kebetulan pada waktu itu ia tida hadir dalam rapat pada waktu itu. Kimyong datang menemui kepsek dan mempertanyakan pembagian dana BSM.

Kepala sekolah, Nurali, ketika ditemui dirumahnya kepada “SJB” menjelaskan, semua yang dilakukan sudah atas dasar musyawarah antara komite dengan wali murid. Hasil musyawarah sepakat bahwa dari dana BSM orang tua sepakat untuk membantu honor guru satap yang belum terbayar.

“Selain itu juga sepakat untuk membantu pembayaran pengadaan tanah sekolah, pengadaan kursi serta membantu biaya untuk pengurusan dan pengambilan dana BSM yang totalnnya mencapai Rp. 115.500,” jelas Ali.

Kata Ali, hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan sekolah, dan bukan untuk kepentingan pribadinya, “Tanya saja pada guru honor dan cek keberadaan tanahnya,” tegasnya.

Ditambahkan Ali, orang tua yang datang dan menanyakan hal itu sudah dijelaskannya, namun yang bersangkutan tidak mau mengerti, tambahnya

Berbeda dengan hasil pemantauan di MTs “Al-Ikhlas” Telukambulu Kec. Batujaya. Pembagian BSM kepada siswa dari 130 siswa yang diajukan dan terealisasi 72 siswa yang masing-masing mendapatkan Rp. 720 ribu. Siswa di Sekolah tersebut mengaku hanya menerima dana sebesar Rp. 120 ribu utuk kelas VII, Rp. 1.40 ribu untuk kelas VIII, sementara kelas XI mendapatkan Rp. 160 ribu per-siswa.

Terkait hal tersebut, Hafiz, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, menjelaskan, dana yang diterima para siswa kelas IX sebesar Rp. 160 ribu itu setelah dipotong kewajiban siswa untuk membayar biaya ujian, pengadaan computer, pengadaan alat olah raga, pengadaan buku, seragam paskibra dan DSP yang besarnya Rp. 560 ribu.

Untuk siswa kelas VIII, dana yang diterima Rp. 140 ribu itu setelah dipotong kewajiban membayar pengadaan computer, pengadaan alat olah raga, pengadaan lima buku mata pelajaran agama, seragam paskibra, sepatu dan DSP.

“Sementara kelas VII yang menerima Rp. 120 ribu, karena selain harus membayar kewajiban, dan hal itu dilakukan atas dasar musyawarah,” jelas Hafiz.

Terkait adanya keluhan dari orang tua siswa yang mempettanyakan kedatangan pengelola sekolah mengambil uang menyusul setelah dana itu dibagikan, Hafiz membenarkan, ia mengaku bahwa dirinyalah yang datang kepada orang tua siswa dan mengambil uang kepada siswa yang bernama Susandi haryanto, siswa kelas IX.

Dijelaskannya dana yang diambilnya waktu itu sebesar Rp. 100 ribu, karena kelebihan pembayaran uang saku yang diperoleh dari BSM yang seharusnya Rp. 160 ribu siswa tersebut menerima Rp. 260 ribu, “Smentara orang tua winda kelas VII, menyerahkan langsung kesekolah sebesar Rp. 160 ribu, jelas Hafiz. (*)