Sabtu, 20 Februari 2010

Nelayan Ciparage Mengeluh

TEMPURAN,(MK).- Para nelayan yang ada di Ciparage mengeluh. Pasalnya pendapatannya akhir-akhir ini menurun. Selain adanya faktor alam. Hal itu juga disebabkan karena banyaknya nelayan pendatang yang menggunakan kapal dan jaring dogol beroperasi wilayah tersebut. Keluhan tersebut disampaikan para nelayan kepada pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Singaperbangsa, Desa Ciparagejaya Kec. Tempuran, Kab. Karawang, beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan dengan pengelola TPI, para nelayan setempat, (nelayan payang dan rampus) itu meminta kepada pengelola untuk memberikan batas wilayah operasi para nelayan dogol dalam melakukan aktivitasnya. Karena menurut mereka selama ini nelayan dogol sering masuk dan beroperasi diwilayah yang dilarang.

Manager, KUD Mandiri Mina “Singaperbangsa” Ciparagejaya, Ismail, ketika dikonfirmasi terkait adanya keluhan para nelayan, kepada “SJB” membenarkan, “hal itu sudah kami terima dan rencananya kami akan mengundang para nelayan dogol dan nelayan rampus untuk melakukan musyawarah,” ucapnya.

Beberapa nelayan yang ada di ciparage mengaku, selain mengeluhkan keberadaan nelayan dogol, para nelayan juga mengeluhkan adanya potongan yang dilakukan oleh TPI yang besarnya mencapai 13% sampai dengan 16 %. Sementara para nelayan pendatang dan bukan anggota dibebankan hanya sebesar 9%. “Kami tidak bisa protes karena hal itu katanya hasil musyawarah dengan para nelayan terdahulu,” tutur salahsatu nelayan payang.

Sumitro, salahsatu nelayan dogol juga mengeluhkan hal yang sama. Selain merasa terbebani dengan potongan sebesar 9%, para nelayan dogol juga merasa keberadaannya tidak diakui oleh masyarakat nelayan di wilayah tersebut. Padahal kata Sumitro, “kalau tidak ada kami TPI ini sepi, karena kebanyakan para nelayan setempat menjual hasil tangkapnya langsung ke bakul,” ucapnya.

Diakui oleh Sumitro, pengelolaTPI saat ini jauh lebih baik dari yang sebelumnya, “walaupun harus menunggu lama pembayaran tidak pernah lewat satu hari, tidak seperti yang dulu, pembayarannya melar kadang sampai dua hari baru dibayar,” katanya.

Kasi Wasdal, Dinas PKP, Sutisna Somantri, ketika dikonfirmasi terkait adanya kelugan para nelayan, mengatakan, “terkait keberadaan nelayan dogol itu sudah dilakukan musyawarah, dan hasilnya disepakati para nelayan dogol hanya diperbolehkan beroperasi diwilayah dengan batas 3 mil dari garis pantai. Dan yangberhubungan dengan besarnya potongan, itu merupakan keputusan yang ada pada KUD. Sedangkan retribusi yang disetor kepada kami hanya sebesar 2,4 %,” jelasnya. (*)

Materai Palsu Beredar di Karawang

TIRTAJAYA, (MK).- Peredaran materai yang diduga palsu diwilayah Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang luput dari pengetahuan penegak hukum. Pasalnya korban yang dirugikan akibat dari penggunaan materai yang diduga palsu tersebut sampai hari ini belum ada yang melaporkan kasusnya ke polisi..

Praktisi Hukum, Adolf Niman Saputra, SH mengatakan, penggunaan materai palsu bisa berakibat cacat hukum terhadap isi perjanjian atau pengesahan. “Apabila materai itu digunakan untuk pengesahan hak atas tanah misalnya, apabila terjadi adanya kekeliruan dan atau masalah atau ada yang mempermasalahkan sampai ke pengadilan maka akta tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum,” jelasnya.

Menurut Adolf, apabila diketahui adanya peredaran materai palsu segera laporkan temuannya ke polisi, karena barang siapa yang menyimpan barang tersebut akan dikenakan pasal pidana walau barang tersebut dari hasil nemu sekalipun, tambahnya.

Beredarnya materai palsu di Tirtajaya, ketika warga yang bernama Amirudin membeli satu lembar materai disalah satu toko yang ada diwilayah desa medankarya. Ketika materai itu ditempel dengan diolesi air, materai tersebut tidak dapat menempel. Merasa heran dengan kondisi tersebut lalu bersama rekannya ia membawa materai tersebut ke kantor pos. Menurut keterangan hasil perbandingan dengan yang ada di kantor pos materai tersebut diduga palsu.

Ketika mengetahui bahwa materai tersebut palsu, hal itu langsung dikonfirmasikan kepada pemilik toko yang menjual materi tersebut. Berdasarkan keterangannya pemilik toko materai tersebut dibelinya dari salahsatu toko yang ada di pasar Rengasdengklok.

Pemilik toko yang tidak bersedia ditulis identitasnya, mengaku tidak mengetahui kalau materai itu palsu. Beberapa lembar materai yang tersisa dan belum sempat terjual diperlihatkan dan barulah pemilik toko menyadari bahwa materai dagangannya itu diduga kuat barang palsu. Hal itu diyakininya karena ketika dicocokan dengan materai yang dibeli di kantor pos perbedaannya terlihat sangat mencolok

Korban beredarnya materai yang diduga palsu juga dialami Hadi, ketika membeli satu lembar materai dengan nominal 6.000, disalahsatu toko milik HM yang beralamat di Tambaksumur. Ia mengaku baru menyadari setelah materai itu mau digunakan. Ketika dikonfirmasikan kepada pemilik toko, HM mengaku materai yang dijualnya tinggal satu-satunya yang tersisa dan ia mengaku lupa membeli dari mana materai yang diduga palsu tersebut.

Berdasarkan informasi, peredaran materai palsu sudah berlangsung lama dan hal ini sudah merambah hampir diseluruh pelosok perdesaan di kabupaten karawang. (*)

Mengungkap Kehidupan Napi di Lapas Warung Bambu

KARAWANG, (MK).- Ada yang menarik dari pengakuan para mantan napi yang pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA “Warung Bambu” Karawang. Disana segala kebutuhan napi dapat terpenuhi asalkan ada uang, termasuk kebutuhan biologis. Semuanya bisa diatur dan itu sudah berlangsung lama. Demikian dikatakan oleh salahsatu mantan napi yang belum lama bebas.

Mantan napi yang tidak mau disebutkan namanya kepada “MK” mengungkapkan, didalam Lapas semua fasilitas tersedia, tinggal tergantung kemampuan para napi. “Untuk kamar misalnya apabila ingin mendapatkan kamar yang nyaman, napi tinggal pesan dan itu tersedia dengan harga sewa yang sudah ditentukan, ada yang murah dan ada juga yang mahal,” ungkapnya.

Masalah tindak kekerasan antar napi masih sering terjadi, hal itu biasanya dilakukan oleh penghuni lama terhadap napi yang baru masuk. Perlakuan kekerasan tersebut dilakukan untuk melakukan upaya balas dendam, karena begitulah kehidupan di dalam Lapas dan sudah membudaya dalam kehidupan napi.

Selain upaya balas dendam, kekerasan juga dilakukan untuk mendapatkan uang, karena para napi didalam Lapas mempunyai beban untuk membayar sewa kamar dan kewajiban membayar listrik. “bagi napi yang baru masuk kalau ada uang selamat, kalau tidak ada ya bebek belur,” ucapnya.

Untuk mencari kebenaran tentang hal itu “MK” mencoba menghubungi beberapa keluarga napi yang masih menjalani hukuman. Dari pengakuannya keluarga napi membenarkan adanya hal tersebut. Untuk memenuhi kewajibannya para napi biasanya meminta di kirim pulsa.

Beberapa napi yang berhasil dihubungi mengaku, pulsa tersebut digunakan untuk membayar sewa kamar, listrik dan kebutuhan lainnya. Dalam wawancaranya napi yang masih menjalani hukuman itu meminta agar tidak menyebut namanya dalam pemberitaan. Karena kalau diketahui dirinya memberikan informasi terkait hal tersebut, ia akan menanggung akibat dari pemberitaan tersebut, pintanya.

Selain itu juga, berdasarkan pengakuan para mantan napi yang yang bebas bersyarat mengaku ketika mengajukan permohonan Pembebasan Bersyarat (PB) keluarganya harus mengeluarkan biaya yang besarnya minimal antara satu juta keatas tergantung perkara dan siapa yang memohonnya.

Terkait hal tersebut “SJB” berusaha menghubungi Kepala Lapas “Warung Bambu” namun tidak berhasil. Menurut keterangan petugas jaga Kalapas sedang tidak ada ditempat. (*)

Jumat, 19 Februari 2010

Kades Menduga, Meise Diberangkatkan dengan Dokumen Palsu

CILEBAR, (MK).- Kades Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Warman Abdurachman, pertanyakan legalitas persyarataan keberangkatan Meise Arsita, yang bekerja di Singapura. Pasalnya Meise berangkat ke Luar Negeri saat itu baru berumur 17 tahun. Diduga berkas persyaratan keberangkatannya menggunakan dokumen palsu. Hal itu diungkapkannya saat ditemui dikantornya, Kamis (11/2).

Dalam dokumen keberangkatannya Meise tercatat lahir pada tanggal 5 mei 1985, “padahal pada data KTP yang ada pada kami yang bersangkutan lahir pada tanggal 5 mei 1991. Perubahan dokumen tersebut diduga dilakukan oleh oknum yang memberangkatkannya ke Singapura,” jelas kades.

Bukan hanya itu saja, kades juga menduga, Meise merupakan korban trafficking (penjualan manusia) karena dalam ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, seharusnya yang boleh diberangkatkan harus sudah berumur 21 tahun, sementara Meise ketika berangkat baru berumur 17 tahun,” tegasnya.

Untuk membuktikan hal itu kades, akan berkoordinasi dengan BNP2TKI di Jakarta dan akan menghubungi pihak imigrasi guna mencari kebenaran terkait masalah dokumen yang diduga palsu.

Apabila terbukti adanya pemalsuan dari dokumen yang ada, maka pihak keluarga akan melakukan upaya hukum, karena keluarga menganggap kematian Meise berkaitan dengan adanya dokumen yang dipalsukan oleh pihak yang memberangkatkan.

Lebih tegas kades mengatakan, pemalsuan dokumen keberangkatan Meise dilakukan oleh sponsor. Dan kades juga menyatakan tidak pernah menandatangani dokumen pendukung lainnya terkait keberangkatan warganya ke luar negeri.

Ditambahkan kades, upaya hukum yang akan ditempuh pihak keluarga korban yang akan menuntut pihak sponsor memang harus dilakukan, dengan harapan pihak yang melakukan tindakan pemalsuan dokumen itu ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku, tegas Kades. (*)

Lagi, TKI Meninggal di Luar Negeri

CILEBAR, (MK).- Kepulangan jenazah Meise Arsita, diiringi tangis keluarganya. Duka mendalam menyelimuti suasana saat jenazah tiba di rumah duka di Dusun Sukajadi, Rt. 01/04, Desa Pusakajaya Utara, Kec. Cilebar, Kab. Karawang, Rabu (10/2). Diduga, Meise tewas akibat dianiaya majikan tempatnya bekerja. Pihak keluarga mengetahui korban telah meninggal dunia pada Jumat (5/2) lalu. Untuk memastikan penyebeb kematian, pihak keluarga membawa jenazah korban ke RSUD Karawang untuk diotopsi.

Kades Pusakajaya Utara, Warman Abdurachman, mengungkapkan, dibawanya jenazah korban ke RSUD tujuannya untuk dilakukan otopsi ulang, namun ditolak karena sebelumnya otopsi sudah dilakukan.

“Kalaupun hal ini dipaksakan atas permintaan keluarga, maka biayanya harus ditanggung sendiri dan hasilnya pun tidak dapat dijadikan dasar tuntutan dan yang dapat dijadikan dasar adalah hasil otopsi yang pertama,” ujar kades.

Berdasarkan Surat Keterangan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Singapura yang ditandatangani oleh Sekretaris Ketiga, Emil Dewantara dengan Nomor 316/Ext/PWNI-BHI/II/2010 menerangkan, Meise Arsita dengan nomor Paspor AM 600075 telah meninggal dunia dalam keadaan tergantung pada tanggal 5 Februari 2010 di rumah majikan di Jalan Taman Warna 78, Singapura.

Meisi, mengadu nasib ke Singapura sejak 10 bulan lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga berangkat melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT. Panca Asma Tunggal, yang beralamat di Jl. Raya Jatinegara Barat No. 20 Jakarta Timur.

Keterangan pihak keluarga, korban sempat pindah tempat kerja di bulan ketiga. Selama tiga bulan itu korban dan pihak keluarga masih saling kontak via telepon, tetapi pada bulan keempat hingga bulan kesepuluh, korban tidak tidak pernah menghubungi keluarganya, begitu pun sebaliknya, pihak keluarga kehilangan kontak, tutur Ito, orang tua korban.

Kasus kematian Meise saat ini sedang dalam investigasi Kepolisian Singapura dan akan disidangkan di dalam pengadilan koroner (coroners court) untuk memastikan yang sesungguhnya. Sementara keluarga korban sat ini hanya berupaya menuntut hak asuransi dan gaji selama 11 bulan, adapun terkait tuntutan hukum pihak keluarga belum mengambil langkah dan masih menunggu hasil investigasi Kepolisian Singapura.

Selain keluarga Meise. Duka juga dialami oleh keluarga Nunung Komalasari, TKI asal Dusun Ciligur II, RT 10/05, Desa Sindang Mukti, Kec.Kutawaluya, yang juga meninggal diluar negeri.

Nunung bekerja diarab Saudi berangkat melalui PJTKI PT. Barkarahayu Safarindo, yang beralamat di Jl. Utan Kayu Jakarta Timur.

Diduga meninggalnya Nunung akibat sakit. Terakhir berkomunikasi dengan pihak keluarga, Nunung mengaku sakit dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini dikatakan Misar orang tua korban.

Kepulangan jenazah Nunung sempat tertahan di Luar Negeri. Jenazah baru tiba dirumah duka Rabu, (17/2) sejak kejak kematiannya sebulan lalu. (*)

Kamis, 18 Februari 2010

Pembangunan Harus Dilanjutkan

CIBUAYA, (MK).- Pembangunan inprastruktur yang sudah dibangun sebelumnya harus dilanjutkan kalau ada manfaatnya buat masyarakat. Kalau pembangunan yang sudah dilaksanakan bermanfaat, maka selanjutnya diharapkan ada kesadaran dari masyarakat untuk memelihara dengan baik. Dikatakan oleh wakil ketua komisi D DPRD Propinsi Jawa Barat, H. Memo Hermawan (fraksi PDIP), Kamis (18/2), saat melakukan kunjungan kerja di Desa Sadari Kec. Cibuaya Kab. Karawang.

Turut serta dalam rombongan tersebut, Ujang Falpulwaton (Hanura), Imam Budi Hartono (PKS), Hj. Syarifah Lovita (Demokrat), Hj. Lili Zuraida (Demokrat), Hj. Neng Madinah Ruhiyat (PPP), serta sekertariat DPRD Propinsi Jawa Barat.

Kunjungan rombongan wakil rakyat ke pesisir pantai utara karawang ini dilakukan dalam rangka meninjau langsung proyek pengerukan sungai bembang yang pekerjaannya telah dilaksanakan pada tahun 2009 lalu. Dengan menghabiskan dana sebesar 1,5 miliar, telah mengeruk sungai sepanjang 4,5 km yang sebelumnya dangkal.

Dengan menggunakan dua perahu rombongan wakil rakyat menyusuri pantai menuju muara sadari. Sesampainya disana rombongan disambut hangat oleh Kepala Desa Sadari, Rosmilah dan masyarakat desa setempat.

Setelah melihat langsung wakil ketua komisi D mengaku cukup puas dengan hasil pekerjaan tersebut. Ia menilai pengerukan sungai yang dibiayai dari dana propinsi itu cukup baik hasilnya dan manfaatnya sudah dapat dirasakan oleh masyarakat.

Kata Memo,"mudah mudahan di tahun ini pembangunan bisa terus dilanjutkan, bukan hanya perbaikan saluran saja, akan tetapi infrastruktur jalan juga harus ditingkatkan pembangunannya. Karena salahsatu faktor penunjang ekonomi masyarakat adalah sarana transportasi yang memadai, sehingga dapat mempermudah hubungan perdagangan yang ada didesa tersebut,” tuturnya.

Ia berjanji akan membantu perbaikan infprastruktur yang masih rusak. "kita akan bantu, walaupun sebenarnya jalan tersebut tanggungjawab kabupaten, tapi kita juga akan coba usulkan supaya propinsi juga membantu," katanya. (*).

Keberadaan Motor Pintar Hanya Pajangan

PEDES, (MK).- Keberadaan “Motor Pintar” di UPTD. TK/SD Pedidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dibeberapa kecamatan, dinilai tidak banyak membawa manfaat. Pasalnya keberadaan Motor Pintar tersebut hanya sebagai pajangan. Salah satunya di Kecamatan Pedes. Hal itu dikatakan oleh aktivis pemerhati pendidikan di kabupaten karawang.

Terkait hal tersebut Kepala UPTD. TK/SD Disdikpora Kecamatan Pedes, Sugiadi, Spd, mengatakan, pengoperasian motor pintar sudah didelegasikan kepada petugas yang sudah ditunjuk. Ia juga membenarkan kalau motor tersebut hanya menjadi pajangan dikantornya.

Kata Sugiadi, “Kami sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sejauh ini kewajiban saya sebagai kepala UPTD sudah dilakukan sesuai dengan petunjuk dan prosedur yang semestinya. Namun terkadang apa yang menjadi keputusan tidak diikuti oleh perangkat yang ada. Salah satunya petugas yang berkewajiban mengoperasikan motor pintar,” ujarnya.

Acam Mawardi, yang mengaku baru sepekan menjabat sebagai PLS di kantor tersebut, menjelaskan, sampai dengan hari ini ia mengaku belum menerima kunci dan dokumen yang seharusnya sudah diterimanya sejak dirinya menjabat. “Semuanya masih ada di petugas yang lama dan belum diserah terimakan kepada saya,” jelasnya.

Berbeda dengan motor pintar yang ada di UPTD. TK/SD Disdikpora Kecamatan Cilebar, berdasarkan hasil pemantauan dimasyarakat. Keberadaan motor pintar sangat dirasakan manfaatnya oleh siswa dan masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Motor Pintar sangat membantu masyarakat dan anak-anak sekolah untuk menambah ilmu pengetahuan, “Dengan adanya Motor Pintar, kebutuhan masyarakat terhadap informasi dapat terpenuhi, hal in sangat positif buat kehidupan masyarakat untuk membudayakan gemar membaca,” tutur salah satu warga.

Operator motor pintar, Entoh, mengaku cukup menikmati tugas yang diembannya. Menurutnya tugas ini melengkapi kewajibannya sebagai PLS di kecamatan tersebut. Dan ia merasa nyaman dan senang mengoperasikan kendaraan tersebut, istilah yang dia ungkapkan dalam melakukan tugasnya sebagai PLS, “Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui,” katanya.

Dijelaskan Entoh, “Dengan motor ini saya selain melaksanakan tugas pokok sebagai PLS juga bisa sekaligus melakukan keliling dan menemui masyarakat yang membutuhkan tambahan informasi yang bias diperoleh dari motor pintar,” tuturnya.

Menurut Entoh, keberadaan Motor Pintar cukup efektif, karena dilengkapi kebutuhan masyarakat, diantaranya buku-buku dan fasilitas kebutuhan anak dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi, tinggal bagaimana memanfaatkannya, tambahnya. (*)