Sabtu, 27 Februari 2010

Kalapas Bantah Pernyataan Mantan Napi

KARAWANG, (MK).- Terkait isi pemberitaan yang berjudul “Mengungkap Kehidupan Napi di Lapas Warung Bambu” Karawang, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) H. Wahidin, membantah dan mengaku tidak pernah mendengar adanya masalah tersebut.

Seperti yang diberitakan dalam edisi lalu dari pengakuan para mantan napi yang pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA “Warung Bambu” Karawang. Disana segala kebutuhan napi dapat terpenuhi asalkan ada uang, termasuk kebutuhan biologis. Semuanya bisa diatur. Semua fasilitas tersedia, tinggal tergantung kemampuan para napi. Untuk kamar misalnya apabila ingin mendapatkan kamar yang nyaman, napi tinggal pesan dan itu tersedia dengan harga sewa yang sudah ditentukan, ada yang murah dan ada juga yang mahal.

Hal itu dianggapnya fitnah dan itu tidak benar. “Mungkin itu terjadi dalam kehidupan para napi, akan tetapi kami tidak mengetahui dan itu luput dari pengetahuan dan pengawsan.” Demikian dikatakan Kalapas, kepada “SJB” beberapa waktu lalu dikantornya.

Ditambahkan Wahidin, lemahnya pengawasan, karena dari 912 penghuni Lapas yang ada, tidak cukup diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas, sementara sarana camera CCTV yang ada di Lapas ini sudah lama tidak berfungsi. Sehingga kami tidak dapat mengawasi gerak gerik para napi dalam kesehariannya.

Lanjut Wahidin, terkait kebutuhan biologis para napi, itu diatur dalam ketentuan cuti untuk mengunjungi keluarga, “saya jamin didalam Lapas tidak ada tempat untuk memenuhi kebutuhan itu,” tegasnya.

Ditegaskan oleh Wahidin, terkait Pembebasan Bersyarat (PB), semua biaya yang berkaitan dengan itu semuanya ditanggung pemerintah. Kalaupun ada yang mengeluarkan uang, hal itu bukan berarti untuk membayar atau persyaratan yang wajib. Mungkin hal itu mereka lakukan untuk hanya sebatas memberikan tanda terimakasih kepada pihak yang membantu mengurus. “Pada dasarnya semuanya kembali kepada para napi, yang jelas hal tersebut sudah ditanggung oleh pemerintah,” tandasnya.

Dijelaskan Wahidin, kehidupan napi di Lapas ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan Lapas di daerah lain. Selain sarana ibadah untuk para napi yang beragama islam didalam juga sudah disediakan sarana ibadah untuk agama non muslim.

Dalam kesempatan tersebut, “SJB” diajak berkeliling melihat langsung kehidupan para napi di dalam Lapas. Dalam kesehariaannya para napi juga bisa melakukan kegiatan seperti beternak lele, bertani, memanam sayuran dan juga kegiatan lain seperti membuat furniture. Untuk napi yang mengalami sakit Lapas juga menyediakan sarana kesehatan yang dilengkapi sarana rawat inap yang cukup memadai. (*)

Sabtu, 20 Februari 2010

Nelayan Ciparage Mengeluh

TEMPURAN,(MK).- Para nelayan yang ada di Ciparage mengeluh. Pasalnya pendapatannya akhir-akhir ini menurun. Selain adanya faktor alam. Hal itu juga disebabkan karena banyaknya nelayan pendatang yang menggunakan kapal dan jaring dogol beroperasi wilayah tersebut. Keluhan tersebut disampaikan para nelayan kepada pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Singaperbangsa, Desa Ciparagejaya Kec. Tempuran, Kab. Karawang, beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan dengan pengelola TPI, para nelayan setempat, (nelayan payang dan rampus) itu meminta kepada pengelola untuk memberikan batas wilayah operasi para nelayan dogol dalam melakukan aktivitasnya. Karena menurut mereka selama ini nelayan dogol sering masuk dan beroperasi diwilayah yang dilarang.

Manager, KUD Mandiri Mina “Singaperbangsa” Ciparagejaya, Ismail, ketika dikonfirmasi terkait adanya keluhan para nelayan, kepada “SJB” membenarkan, “hal itu sudah kami terima dan rencananya kami akan mengundang para nelayan dogol dan nelayan rampus untuk melakukan musyawarah,” ucapnya.

Beberapa nelayan yang ada di ciparage mengaku, selain mengeluhkan keberadaan nelayan dogol, para nelayan juga mengeluhkan adanya potongan yang dilakukan oleh TPI yang besarnya mencapai 13% sampai dengan 16 %. Sementara para nelayan pendatang dan bukan anggota dibebankan hanya sebesar 9%. “Kami tidak bisa protes karena hal itu katanya hasil musyawarah dengan para nelayan terdahulu,” tutur salahsatu nelayan payang.

Sumitro, salahsatu nelayan dogol juga mengeluhkan hal yang sama. Selain merasa terbebani dengan potongan sebesar 9%, para nelayan dogol juga merasa keberadaannya tidak diakui oleh masyarakat nelayan di wilayah tersebut. Padahal kata Sumitro, “kalau tidak ada kami TPI ini sepi, karena kebanyakan para nelayan setempat menjual hasil tangkapnya langsung ke bakul,” ucapnya.

Diakui oleh Sumitro, pengelolaTPI saat ini jauh lebih baik dari yang sebelumnya, “walaupun harus menunggu lama pembayaran tidak pernah lewat satu hari, tidak seperti yang dulu, pembayarannya melar kadang sampai dua hari baru dibayar,” katanya.

Kasi Wasdal, Dinas PKP, Sutisna Somantri, ketika dikonfirmasi terkait adanya kelugan para nelayan, mengatakan, “terkait keberadaan nelayan dogol itu sudah dilakukan musyawarah, dan hasilnya disepakati para nelayan dogol hanya diperbolehkan beroperasi diwilayah dengan batas 3 mil dari garis pantai. Dan yangberhubungan dengan besarnya potongan, itu merupakan keputusan yang ada pada KUD. Sedangkan retribusi yang disetor kepada kami hanya sebesar 2,4 %,” jelasnya. (*)

Materai Palsu Beredar di Karawang

TIRTAJAYA, (MK).- Peredaran materai yang diduga palsu diwilayah Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang luput dari pengetahuan penegak hukum. Pasalnya korban yang dirugikan akibat dari penggunaan materai yang diduga palsu tersebut sampai hari ini belum ada yang melaporkan kasusnya ke polisi..

Praktisi Hukum, Adolf Niman Saputra, SH mengatakan, penggunaan materai palsu bisa berakibat cacat hukum terhadap isi perjanjian atau pengesahan. “Apabila materai itu digunakan untuk pengesahan hak atas tanah misalnya, apabila terjadi adanya kekeliruan dan atau masalah atau ada yang mempermasalahkan sampai ke pengadilan maka akta tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum,” jelasnya.

Menurut Adolf, apabila diketahui adanya peredaran materai palsu segera laporkan temuannya ke polisi, karena barang siapa yang menyimpan barang tersebut akan dikenakan pasal pidana walau barang tersebut dari hasil nemu sekalipun, tambahnya.

Beredarnya materai palsu di Tirtajaya, ketika warga yang bernama Amirudin membeli satu lembar materai disalah satu toko yang ada diwilayah desa medankarya. Ketika materai itu ditempel dengan diolesi air, materai tersebut tidak dapat menempel. Merasa heran dengan kondisi tersebut lalu bersama rekannya ia membawa materai tersebut ke kantor pos. Menurut keterangan hasil perbandingan dengan yang ada di kantor pos materai tersebut diduga palsu.

Ketika mengetahui bahwa materai tersebut palsu, hal itu langsung dikonfirmasikan kepada pemilik toko yang menjual materi tersebut. Berdasarkan keterangannya pemilik toko materai tersebut dibelinya dari salahsatu toko yang ada di pasar Rengasdengklok.

Pemilik toko yang tidak bersedia ditulis identitasnya, mengaku tidak mengetahui kalau materai itu palsu. Beberapa lembar materai yang tersisa dan belum sempat terjual diperlihatkan dan barulah pemilik toko menyadari bahwa materai dagangannya itu diduga kuat barang palsu. Hal itu diyakininya karena ketika dicocokan dengan materai yang dibeli di kantor pos perbedaannya terlihat sangat mencolok

Korban beredarnya materai yang diduga palsu juga dialami Hadi, ketika membeli satu lembar materai dengan nominal 6.000, disalahsatu toko milik HM yang beralamat di Tambaksumur. Ia mengaku baru menyadari setelah materai itu mau digunakan. Ketika dikonfirmasikan kepada pemilik toko, HM mengaku materai yang dijualnya tinggal satu-satunya yang tersisa dan ia mengaku lupa membeli dari mana materai yang diduga palsu tersebut.

Berdasarkan informasi, peredaran materai palsu sudah berlangsung lama dan hal ini sudah merambah hampir diseluruh pelosok perdesaan di kabupaten karawang. (*)

Mengungkap Kehidupan Napi di Lapas Warung Bambu

KARAWANG, (MK).- Ada yang menarik dari pengakuan para mantan napi yang pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA “Warung Bambu” Karawang. Disana segala kebutuhan napi dapat terpenuhi asalkan ada uang, termasuk kebutuhan biologis. Semuanya bisa diatur dan itu sudah berlangsung lama. Demikian dikatakan oleh salahsatu mantan napi yang belum lama bebas.

Mantan napi yang tidak mau disebutkan namanya kepada “MK” mengungkapkan, didalam Lapas semua fasilitas tersedia, tinggal tergantung kemampuan para napi. “Untuk kamar misalnya apabila ingin mendapatkan kamar yang nyaman, napi tinggal pesan dan itu tersedia dengan harga sewa yang sudah ditentukan, ada yang murah dan ada juga yang mahal,” ungkapnya.

Masalah tindak kekerasan antar napi masih sering terjadi, hal itu biasanya dilakukan oleh penghuni lama terhadap napi yang baru masuk. Perlakuan kekerasan tersebut dilakukan untuk melakukan upaya balas dendam, karena begitulah kehidupan di dalam Lapas dan sudah membudaya dalam kehidupan napi.

Selain upaya balas dendam, kekerasan juga dilakukan untuk mendapatkan uang, karena para napi didalam Lapas mempunyai beban untuk membayar sewa kamar dan kewajiban membayar listrik. “bagi napi yang baru masuk kalau ada uang selamat, kalau tidak ada ya bebek belur,” ucapnya.

Untuk mencari kebenaran tentang hal itu “MK” mencoba menghubungi beberapa keluarga napi yang masih menjalani hukuman. Dari pengakuannya keluarga napi membenarkan adanya hal tersebut. Untuk memenuhi kewajibannya para napi biasanya meminta di kirim pulsa.

Beberapa napi yang berhasil dihubungi mengaku, pulsa tersebut digunakan untuk membayar sewa kamar, listrik dan kebutuhan lainnya. Dalam wawancaranya napi yang masih menjalani hukuman itu meminta agar tidak menyebut namanya dalam pemberitaan. Karena kalau diketahui dirinya memberikan informasi terkait hal tersebut, ia akan menanggung akibat dari pemberitaan tersebut, pintanya.

Selain itu juga, berdasarkan pengakuan para mantan napi yang yang bebas bersyarat mengaku ketika mengajukan permohonan Pembebasan Bersyarat (PB) keluarganya harus mengeluarkan biaya yang besarnya minimal antara satu juta keatas tergantung perkara dan siapa yang memohonnya.

Terkait hal tersebut “SJB” berusaha menghubungi Kepala Lapas “Warung Bambu” namun tidak berhasil. Menurut keterangan petugas jaga Kalapas sedang tidak ada ditempat. (*)

Jumat, 19 Februari 2010

Kades Menduga, Meise Diberangkatkan dengan Dokumen Palsu

CILEBAR, (MK).- Kades Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Warman Abdurachman, pertanyakan legalitas persyarataan keberangkatan Meise Arsita, yang bekerja di Singapura. Pasalnya Meise berangkat ke Luar Negeri saat itu baru berumur 17 tahun. Diduga berkas persyaratan keberangkatannya menggunakan dokumen palsu. Hal itu diungkapkannya saat ditemui dikantornya, Kamis (11/2).

Dalam dokumen keberangkatannya Meise tercatat lahir pada tanggal 5 mei 1985, “padahal pada data KTP yang ada pada kami yang bersangkutan lahir pada tanggal 5 mei 1991. Perubahan dokumen tersebut diduga dilakukan oleh oknum yang memberangkatkannya ke Singapura,” jelas kades.

Bukan hanya itu saja, kades juga menduga, Meise merupakan korban trafficking (penjualan manusia) karena dalam ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, seharusnya yang boleh diberangkatkan harus sudah berumur 21 tahun, sementara Meise ketika berangkat baru berumur 17 tahun,” tegasnya.

Untuk membuktikan hal itu kades, akan berkoordinasi dengan BNP2TKI di Jakarta dan akan menghubungi pihak imigrasi guna mencari kebenaran terkait masalah dokumen yang diduga palsu.

Apabila terbukti adanya pemalsuan dari dokumen yang ada, maka pihak keluarga akan melakukan upaya hukum, karena keluarga menganggap kematian Meise berkaitan dengan adanya dokumen yang dipalsukan oleh pihak yang memberangkatkan.

Lebih tegas kades mengatakan, pemalsuan dokumen keberangkatan Meise dilakukan oleh sponsor. Dan kades juga menyatakan tidak pernah menandatangani dokumen pendukung lainnya terkait keberangkatan warganya ke luar negeri.

Ditambahkan kades, upaya hukum yang akan ditempuh pihak keluarga korban yang akan menuntut pihak sponsor memang harus dilakukan, dengan harapan pihak yang melakukan tindakan pemalsuan dokumen itu ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku, tegas Kades. (*)

Lagi, TKI Meninggal di Luar Negeri

CILEBAR, (MK).- Kepulangan jenazah Meise Arsita, diiringi tangis keluarganya. Duka mendalam menyelimuti suasana saat jenazah tiba di rumah duka di Dusun Sukajadi, Rt. 01/04, Desa Pusakajaya Utara, Kec. Cilebar, Kab. Karawang, Rabu (10/2). Diduga, Meise tewas akibat dianiaya majikan tempatnya bekerja. Pihak keluarga mengetahui korban telah meninggal dunia pada Jumat (5/2) lalu. Untuk memastikan penyebeb kematian, pihak keluarga membawa jenazah korban ke RSUD Karawang untuk diotopsi.

Kades Pusakajaya Utara, Warman Abdurachman, mengungkapkan, dibawanya jenazah korban ke RSUD tujuannya untuk dilakukan otopsi ulang, namun ditolak karena sebelumnya otopsi sudah dilakukan.

“Kalaupun hal ini dipaksakan atas permintaan keluarga, maka biayanya harus ditanggung sendiri dan hasilnya pun tidak dapat dijadikan dasar tuntutan dan yang dapat dijadikan dasar adalah hasil otopsi yang pertama,” ujar kades.

Berdasarkan Surat Keterangan KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Singapura yang ditandatangani oleh Sekretaris Ketiga, Emil Dewantara dengan Nomor 316/Ext/PWNI-BHI/II/2010 menerangkan, Meise Arsita dengan nomor Paspor AM 600075 telah meninggal dunia dalam keadaan tergantung pada tanggal 5 Februari 2010 di rumah majikan di Jalan Taman Warna 78, Singapura.

Meisi, mengadu nasib ke Singapura sejak 10 bulan lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga berangkat melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT. Panca Asma Tunggal, yang beralamat di Jl. Raya Jatinegara Barat No. 20 Jakarta Timur.

Keterangan pihak keluarga, korban sempat pindah tempat kerja di bulan ketiga. Selama tiga bulan itu korban dan pihak keluarga masih saling kontak via telepon, tetapi pada bulan keempat hingga bulan kesepuluh, korban tidak tidak pernah menghubungi keluarganya, begitu pun sebaliknya, pihak keluarga kehilangan kontak, tutur Ito, orang tua korban.

Kasus kematian Meise saat ini sedang dalam investigasi Kepolisian Singapura dan akan disidangkan di dalam pengadilan koroner (coroners court) untuk memastikan yang sesungguhnya. Sementara keluarga korban sat ini hanya berupaya menuntut hak asuransi dan gaji selama 11 bulan, adapun terkait tuntutan hukum pihak keluarga belum mengambil langkah dan masih menunggu hasil investigasi Kepolisian Singapura.

Selain keluarga Meise. Duka juga dialami oleh keluarga Nunung Komalasari, TKI asal Dusun Ciligur II, RT 10/05, Desa Sindang Mukti, Kec.Kutawaluya, yang juga meninggal diluar negeri.

Nunung bekerja diarab Saudi berangkat melalui PJTKI PT. Barkarahayu Safarindo, yang beralamat di Jl. Utan Kayu Jakarta Timur.

Diduga meninggalnya Nunung akibat sakit. Terakhir berkomunikasi dengan pihak keluarga, Nunung mengaku sakit dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini dikatakan Misar orang tua korban.

Kepulangan jenazah Nunung sempat tertahan di Luar Negeri. Jenazah baru tiba dirumah duka Rabu, (17/2) sejak kejak kematiannya sebulan lalu. (*)

Kamis, 18 Februari 2010

Pembangunan Harus Dilanjutkan

CIBUAYA, (MK).- Pembangunan inprastruktur yang sudah dibangun sebelumnya harus dilanjutkan kalau ada manfaatnya buat masyarakat. Kalau pembangunan yang sudah dilaksanakan bermanfaat, maka selanjutnya diharapkan ada kesadaran dari masyarakat untuk memelihara dengan baik. Dikatakan oleh wakil ketua komisi D DPRD Propinsi Jawa Barat, H. Memo Hermawan (fraksi PDIP), Kamis (18/2), saat melakukan kunjungan kerja di Desa Sadari Kec. Cibuaya Kab. Karawang.

Turut serta dalam rombongan tersebut, Ujang Falpulwaton (Hanura), Imam Budi Hartono (PKS), Hj. Syarifah Lovita (Demokrat), Hj. Lili Zuraida (Demokrat), Hj. Neng Madinah Ruhiyat (PPP), serta sekertariat DPRD Propinsi Jawa Barat.

Kunjungan rombongan wakil rakyat ke pesisir pantai utara karawang ini dilakukan dalam rangka meninjau langsung proyek pengerukan sungai bembang yang pekerjaannya telah dilaksanakan pada tahun 2009 lalu. Dengan menghabiskan dana sebesar 1,5 miliar, telah mengeruk sungai sepanjang 4,5 km yang sebelumnya dangkal.

Dengan menggunakan dua perahu rombongan wakil rakyat menyusuri pantai menuju muara sadari. Sesampainya disana rombongan disambut hangat oleh Kepala Desa Sadari, Rosmilah dan masyarakat desa setempat.

Setelah melihat langsung wakil ketua komisi D mengaku cukup puas dengan hasil pekerjaan tersebut. Ia menilai pengerukan sungai yang dibiayai dari dana propinsi itu cukup baik hasilnya dan manfaatnya sudah dapat dirasakan oleh masyarakat.

Kata Memo,"mudah mudahan di tahun ini pembangunan bisa terus dilanjutkan, bukan hanya perbaikan saluran saja, akan tetapi infrastruktur jalan juga harus ditingkatkan pembangunannya. Karena salahsatu faktor penunjang ekonomi masyarakat adalah sarana transportasi yang memadai, sehingga dapat mempermudah hubungan perdagangan yang ada didesa tersebut,” tuturnya.

Ia berjanji akan membantu perbaikan infprastruktur yang masih rusak. "kita akan bantu, walaupun sebenarnya jalan tersebut tanggungjawab kabupaten, tapi kita juga akan coba usulkan supaya propinsi juga membantu," katanya. (*).

Keberadaan Motor Pintar Hanya Pajangan

PEDES, (MK).- Keberadaan “Motor Pintar” di UPTD. TK/SD Pedidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dibeberapa kecamatan, dinilai tidak banyak membawa manfaat. Pasalnya keberadaan Motor Pintar tersebut hanya sebagai pajangan. Salah satunya di Kecamatan Pedes. Hal itu dikatakan oleh aktivis pemerhati pendidikan di kabupaten karawang.

Terkait hal tersebut Kepala UPTD. TK/SD Disdikpora Kecamatan Pedes, Sugiadi, Spd, mengatakan, pengoperasian motor pintar sudah didelegasikan kepada petugas yang sudah ditunjuk. Ia juga membenarkan kalau motor tersebut hanya menjadi pajangan dikantornya.

Kata Sugiadi, “Kami sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sejauh ini kewajiban saya sebagai kepala UPTD sudah dilakukan sesuai dengan petunjuk dan prosedur yang semestinya. Namun terkadang apa yang menjadi keputusan tidak diikuti oleh perangkat yang ada. Salah satunya petugas yang berkewajiban mengoperasikan motor pintar,” ujarnya.

Acam Mawardi, yang mengaku baru sepekan menjabat sebagai PLS di kantor tersebut, menjelaskan, sampai dengan hari ini ia mengaku belum menerima kunci dan dokumen yang seharusnya sudah diterimanya sejak dirinya menjabat. “Semuanya masih ada di petugas yang lama dan belum diserah terimakan kepada saya,” jelasnya.

Berbeda dengan motor pintar yang ada di UPTD. TK/SD Disdikpora Kecamatan Cilebar, berdasarkan hasil pemantauan dimasyarakat. Keberadaan motor pintar sangat dirasakan manfaatnya oleh siswa dan masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Motor Pintar sangat membantu masyarakat dan anak-anak sekolah untuk menambah ilmu pengetahuan, “Dengan adanya Motor Pintar, kebutuhan masyarakat terhadap informasi dapat terpenuhi, hal in sangat positif buat kehidupan masyarakat untuk membudayakan gemar membaca,” tutur salah satu warga.

Operator motor pintar, Entoh, mengaku cukup menikmati tugas yang diembannya. Menurutnya tugas ini melengkapi kewajibannya sebagai PLS di kecamatan tersebut. Dan ia merasa nyaman dan senang mengoperasikan kendaraan tersebut, istilah yang dia ungkapkan dalam melakukan tugasnya sebagai PLS, “Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui,” katanya.

Dijelaskan Entoh, “Dengan motor ini saya selain melaksanakan tugas pokok sebagai PLS juga bisa sekaligus melakukan keliling dan menemui masyarakat yang membutuhkan tambahan informasi yang bias diperoleh dari motor pintar,” tuturnya.

Menurut Entoh, keberadaan Motor Pintar cukup efektif, karena dilengkapi kebutuhan masyarakat, diantaranya buku-buku dan fasilitas kebutuhan anak dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi, tinggal bagaimana memanfaatkannya, tambahnya. (*)

Rabu, 27 Januari 2010

Program KUR Dapat Diakses oleh Petani

KARAWANG, (MK).- Kepedulian pemerintah terhadap para petani terus ditingkatkan. Dari subsidi pupuk, pemberian bibit secara gratis, juga bagi para petani yang kekurangan biaya dapat mengakses permodalan dari beberapa program bantuan modal yang digulirkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta bantuan lainnya.

”Untuk Kredit Usaha Rakyat, dapat diakses melalui perbankan yang sudah ditunjuk oleh pemerintah. Masyarakat dengan nilai pinjaman dibawah Rp. 5 juta tidak menggunakan jaminan apapun, sedangkan diatas Rp. 5 juta, jaminan berupa 30 persen dari jumlah nilai yang dipinjam”.

Hal tersebut dikatakan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Ir. H. Suswono, MMA saat berkunjung ke Karawang, beberapa waktu lalu.

Beberapa petani di Kabupaten Karawang saat ditemui ”SJB” mengaku tidak merasa tersentuh oleh program yang disebut-sebut oleh pemerintah. ”jangankan program Kredit Usaha rakyat, untuk Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) saja kami hanya mendengar dan tak pernah mengetahui siapa yang menerima program tersebut,” ujar petani desa Sindangsari Kec. Kutawaluya

Kades Sindangsari, A. Kartasasmita, ketika dikonfirmasi terkait pernyataan masyarakatnya mengatakan, bahwa dimasa pemerintahannya desanya tidak mendapatkan program PUAP, dan sepengetahuannya sebelum ia menjabat program tersebut pernah ada dan itu macet sehingga tidak dapat dilanjutkan, jelas kades.

Sementara petani di Batujaya yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menilai Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di kabupaten karawang dinilai kurang sosialisasi. Sejak program tersebut digulirkan beberapa tahun lalu baru kali ini terdengar bahwa program tersebut dapat di akses oleh para petani untuk membiayai usaha pertanian.

Ketua Gapoktan ”Tani Sepakat” Desa Kutaampel Sarman. AS, mengaku tidak tahu kalau Kredit Usaha Rakyat yang digulirkan oleh pemerintah dapat diakses untuk membiayai usaha tani. ”Seandainya itu bisa untuk membiayai usaha tani, kami akan melakukan koordinasi dengan dinas terkait, karena tidak semua anggota tani dapat dibantu biayanya dengan progran PUAP,” ujarnya. (*)

Selasa, 26 Januari 2010

Mentan Berkunjung ke Karawang

KARAWANG, (MK).- Menteri Pertanian Republik Indonesia, Ir. H. Suswono, MMA melakukan kunjungan kerja di Kab. Karawang. Mengawali kunjungannya menteri menyempatkan ikut melaksanakan panen perdana di Kelurahan Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat. Agenda dilanjutkan mengunjungi dua lokasi, yaitu Desa Kalibuaya Kecamatan Telagasari dan Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Kedatangannya disambut hangat oleh para petani. Dalam kesempatan tersebut Menntan juga melakukan dialog dan memberikan bantuan kepada para petani yang menjadi korban banjir.

Dalam dialognya dengan para petani Mentan pun berjanji kepada para petani akan meningkatkan hasil panen pada setiap tahunnya. Bantuan untuk para petani juga sedang dirumuskan pihaknya yang anggarannya mencapai Rp. 11 triliun, ”Saya berjanji akan memprioritaskan para petani miskin untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Karawang khususnya sebagai lumbung padi terbesar di jawa barat,” paparnya.

Dalam kesempatan tersebut Mentan mengatakan, dari laporan yang diterima oleh Departemen Pertanian, luas area yang tergenang banjir secara nasional mencapai 34 ribu hektar. Jumlah tersebut masih dibawah rata-rata jumlah area yang tergenang banjir setiap tahun, yaitu mencapai 84 ribu hektar. ”Serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) pun masih dibawah 5 ribu hektar, sedangkan rata-rata nasional mencapai 8 ribu hektar” ujarnya.

Mentan menjelaskan, jumlah tersebut masih dikatakan kecil dan tidak mencapai 1 persen dari keseluruhan areal lahan sawah di Indonesia, yang mencapai 12 juta hektar. Namun demikian, Departemen Pertanian tetap berusaha cepat tanggap apabila terjadi kemungkinan puso dan gagal panen, dan pihaknya siap untuk mengganti bibit dan pupuk petani. ”Oleh karena itu, agar setiap bencana pada areal sawah dilaporkan kepada Departemen Pertanian melalui Pemerintah Daerah dan Dinas Pertanian,” pesannya.

Mentan melanjutkan musim tanam kali ini terlambat 1,5 bulan, dan puncak panen musim ini diperkirakan terjadi antara bulan Maret dan April. Namun demikian, berdasarkan hasil pemantauan dilapangan tidak terjadi kekurangan suplai beras dan panen bisa dilaksanakan sepanjang tahun, serta cadangan beras nasional telah mencapai 500 ribu ton, dimana standar cadangan beras hanya 300 ribu ton. ”Kita masih yakin dan optimis tidak ada permasalahan beras,” imbuhnya.

Terkait pendangkalan sungai dan rusaknya irigasi yang dikeluhkan masyarakat Kabupaten Karawang, Mentan berjanji untuk menyampaikan dan mendiskusikan permasalahan tersebut dengan Departemen Pekerjaan Umum dan Perum Jasa Tirta II. ”Kita akan koordinasikan dengan Departemen PU, karena yang menjadi kewenangan Departemen Pertanian hanyalah saluran-saluran tersier, sedangkan saluran primer dan sekunder merupakan kewenangan Departemen PU,” jelasnya.

Mentan juga menambahkan bahwa para petani yang kekurangan modal dapat mengakses beberapa bantuan modal yang ada. Salah satunya adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta bantuan lainnya. ”Untuk Kredit Usaha Rakyat dibawah Rp. 5 juta tidak menggunakan jaminan apapun, sedangkan diatas Rp. 5 juta, jaminan berupa 30 persen dari jumlah yang dipinjam,” tambahnya.

Sementara Bantuan itu diberikan bagi para petani yang sawahnya terkena banjir, yang diserahkan secara simbolis oleh Mentan kepada Wakil Bupati Karawang, Hj. Eli Amalia Priatna, yang selanjutnya akan diserahkan kepada petani melalui kelompok tani. yang selanjutnya akan diserahkan kepada petani melalui kelompok tani.

Bantuan yang diberikan kali ini berupa 158.650 ton benih padi unggul dari PT. Sang Hyang Sri. Sedangkan pupuk yang diberikan 50 ton pupuk urea, 25 ton pupuk NPK Kujang, dan 25 ton pupuk organik. Penyerahan bantuan tersebut dilakukan di Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang.

Sebelumnya, Wakil Bupati Karawang Hj. Eli Amalia Priatna menjelaskan banjir di pertengahan bulan Januari 2010 di Kabupaten Karawang telah menyebabkan 12.716 hektar areal sawah dan persemaian di 12 kecamatan tergenang. Banjir tersebut antara lain disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan merata, meluapnya aliran sungai, serta pendangkalan sungai.

Wakil Bupati menambahkan, Pemerintah Kabupaten Karawang telah melakukan sejumlah upaya untuk menangani permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan melakukan pembersihan aliran sungai dan saluran buang, memperbaiki dan mengeruk sungai dan irigasi, memberikan bantuan benih, serta melakukan pemantauan secara kontinu. ”Kedatangan Menteri Pertanian diharapkan dapat semakin meningkatkan motivasi dalam upaya menangani permasalahan pasca banjir,” tambahnya. (*)

Senin, 25 Januari 2010

Pemkab. Kaji Perda Tentang TPI

KARAWANG, (MK).- Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang tengah mengkaji Peraturan Daerah (Perda) tentang TPI di Karawang. Isi Perda itu rencananya Pemkab Karawang tidak akan memungut retribusi kepada para nelayan.

Dikatakan Kepala Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Karawang, Hendro Subroto, di Karawang, Beberapa waktu lalu.

Dijelaskan Hendro, nantinya pemungutan retribusi hanya dibebankan kepada para bakul (bandar atau pembeli ikan). Dengan demikian, nelayan tidak akan dibebankan pemungutan retribusi. "Sebelumnya, selama pemungutan retribusi itu masih menjadi kewenangan pemerintah propinsi, nelayan ikut dibebani bersama para bakul," ujarnya.

Saat ini, proses pembentukan Perda tentang TPI itu masih tahap pengkajian di tingkat Pemkab atau masih tahap koordinasi ke berbagai pihak terkait. Dengan demikian, belum diajukan ke DPRD Karawang.

Sementara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang saat ini kondisinya tidak berfungsi rencana akan difungsikan kembali. Dari sebelas TPI hanya lima yang masih berfungsi, Sementara sebanyak enam TPI tidak bisa difungsikan akibat kurangnya pemeliharaan. Kelima TPI yang saat ini masih berfungsi adalah TPI Ciparage, Sungaibuntu, Muara, Pasir Putih, dan TPI Betok Mati.

Rencananya, enam TPI yang kini sudah tidak berfungsi, akan difungsikan karena keberadaan TPI itu cukup membantu pihaknya dalam melakukan pendataan seputar potensi tangkapan ikan laut di Karawang.

Selain itu, para nelayan di Karawang juga membutuhkan TPI untuk menjual hasil tangkapan ikannya. Akibat adanya enam TPI yang tidak berfungsi, maka nelayan harus menjual hasil tangkapannya di tempat lain.

Difungsikannya enam TPI itu dalam rangka mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi, karena kewenangannya sudah diserahkan ke Pemkab Karawang, yang sebelumnya di kelola Pemprov Jawa Barat. (*)

Sabtu, 23 Januari 2010

Penyaluran BSM Perlu Pengawasan

KARAWANG, (MK),- Terkait peyaluran dana Bantuan Beasiswa Siswa Miskin (BSM) di Kabupaten Karawang, perlu pengawasan. Pasalnya penyaluran dana yang seharusnya di berikan kepada siswa yang berasal dari golongan masyarakat kurang mampu dalam pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan tujuan program.

Berdasarkan pemantauan “MK” penyaluran program BSM dibeberapa kecamatan kabupaten Karawang, diduga tidak sesuai dengan ketentuan dan terkesan tidak transfaran dalam penyalurannya.

Sejumlah sekolah yang menerima dana BSM mengaku pembagian BSM dengan pola dibagi rata karena dana yang diterima tidak sesuai dengan usulan yang diajukan. Sementara apabila yang pada awalnya diajukan kemudian tidak mendapatkan tentu akan menimbulkan masalah, karena dalam mengusulkan siswa penerima BSM sudah melengkapi persyaratan yang mereka buat dan diketahui oleh pemerintah desa setempat.

“Dengan demikian maka BSM dibagi kepada siswa lain dengan dasar musyawarah dengan para orang tua siswa dan komite sekolah.” Jelas salah satu kepala sekolah MIS di Pakisjaya yang tak bersedia ditulis identitasnya.

Lain halnya yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap (SMP-Satap) Pakisjaya, dari jumlah siswa sebanyak 75 siswa yang ada di kelas VIII dan IX yang diusulkan seluruhnya mendapatkan, yang besarnya masing-masing siswa menerima Rp. 265.500. Sementara 32 siswa kelas VII tidak mendapatkan BSM karena belum diusulkan sebagai siswa penerima BSM.

Keterangan yang berhasil dihimpun dari beberapa sumber, pembagian BSM di sekolah tersebut dianggap tidak transfaran.

Asep, orang tua dri siswa bernama Amaludin mengatakan, ketika ada musyawarah orang tua siswa tidak diundang seluruhnya, menurut keterangannya ada 5 orang tua yang tidak diundang termasuk dirinya.

Ia menilai musyawarah yang telah dilakukan dianggap tidak transparan dan perlu diadakan musyawarah kembali agar dapat menjelaskan segala persoalan yang dianggapnya tidak transpara.

Asep menjelaskan, dana BSM yang seharusnya diterima anaknya sebesar Rp. 265.500 hanya diterima sebesar Rp. 150.000, sementara ia menganggap sisanya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Selain Asep, orang tua siswa yang mempertanyakan terkait hal tersebut, Kimyong,namun sayang ketika ditemui dirumahnya yang bersangkutan tidak ada ditempat.

Darki, Ketua Komite SMP Satap ketika dikonfirmasi terkait adanya reaksi dari para orang tua siswa mengatakan, membenarkan adanya insiden yang dilakukan oleh wali murid yang bernama kimyong, yang kebetulan pada waktu itu ia tida hadir dalam rapat pada waktu itu. Kimyong datang menemui kepsek dan mempertanyakan pembagian dana BSM.

Kepala sekolah, Nurali, ketika ditemui dirumahnya kepada “SJB” menjelaskan, semua yang dilakukan sudah atas dasar musyawarah antara komite dengan wali murid. Hasil musyawarah sepakat bahwa dari dana BSM orang tua sepakat untuk membantu honor guru satap yang belum terbayar.

“Selain itu juga sepakat untuk membantu pembayaran pengadaan tanah sekolah, pengadaan kursi serta membantu biaya untuk pengurusan dan pengambilan dana BSM yang totalnnya mencapai Rp. 115.500,” jelas Ali.

Kata Ali, hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan sekolah, dan bukan untuk kepentingan pribadinya, “Tanya saja pada guru honor dan cek keberadaan tanahnya,” tegasnya.

Ditambahkan Ali, orang tua yang datang dan menanyakan hal itu sudah dijelaskannya, namun yang bersangkutan tidak mau mengerti, tambahnya

Berbeda dengan hasil pemantauan di MTs “Al-Ikhlas” Telukambulu Kec. Batujaya. Pembagian BSM kepada siswa dari 130 siswa yang diajukan dan terealisasi 72 siswa yang masing-masing mendapatkan Rp. 720 ribu. Siswa di Sekolah tersebut mengaku hanya menerima dana sebesar Rp. 120 ribu utuk kelas VII, Rp. 1.40 ribu untuk kelas VIII, sementara kelas XI mendapatkan Rp. 160 ribu per-siswa.

Terkait hal tersebut, Hafiz, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, menjelaskan, dana yang diterima para siswa kelas IX sebesar Rp. 160 ribu itu setelah dipotong kewajiban siswa untuk membayar biaya ujian, pengadaan computer, pengadaan alat olah raga, pengadaan buku, seragam paskibra dan DSP yang besarnya Rp. 560 ribu.

Untuk siswa kelas VIII, dana yang diterima Rp. 140 ribu itu setelah dipotong kewajiban membayar pengadaan computer, pengadaan alat olah raga, pengadaan lima buku mata pelajaran agama, seragam paskibra, sepatu dan DSP.

“Sementara kelas VII yang menerima Rp. 120 ribu, karena selain harus membayar kewajiban, dan hal itu dilakukan atas dasar musyawarah,” jelas Hafiz.

Terkait adanya keluhan dari orang tua siswa yang mempettanyakan kedatangan pengelola sekolah mengambil uang menyusul setelah dana itu dibagikan, Hafiz membenarkan, ia mengaku bahwa dirinyalah yang datang kepada orang tua siswa dan mengambil uang kepada siswa yang bernama Susandi haryanto, siswa kelas IX.

Dijelaskannya dana yang diambilnya waktu itu sebesar Rp. 100 ribu, karena kelebihan pembayaran uang saku yang diperoleh dari BSM yang seharusnya Rp. 160 ribu siswa tersebut menerima Rp. 260 ribu, “Smentara orang tua winda kelas VII, menyerahkan langsung kesekolah sebesar Rp. 160 ribu, jelas Hafiz. (*)

Jumat, 22 Januari 2010

Pengelola Sekolah Lakukan Pungutan Akan Ditindak Tegas

KARAWANG, (MK).- Pengelola sekolah yang berani memungut sejumlah uang kepada orang tua siswa, apalagi bagi SD dan SMP akan ditindak tegas, semua sudah ditanggung pemerintah melalui program Biaya Operasional Sekolah (BOS) artinya tidak ada alasan yang bisa dibenarkan apabila pihak sekolah tetap melakukan pungutan. Dikemukaan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kab. Karawang, H. Eka Sanatha, saat hearing dengan Komisi D DPRD, beberapa waktu lalu.

Terkait larangan itu ia mengaku sudah membuat surat edaran baru, bila ditemukan ada yang membandel ia akan bersikap tegas dan akan memberikan sangsi. “Misalnya ketika ditemukan adanya komersialisasi Lembar kerja Sekolah (LKS), beritahu kami secepatnya,” tegasnya.

Pernyataan Kepala Disdikpora tersebut mengundang reaksi beragam. Pasalnya sampai dengan hari ini masih saja ada sekolah yang melakukan pungutan. Mulai dari sumbangan perpisahan guru atau kepala sekolah, biaya renang, infak, dan pembelian buku LKS, penebusan raport serta pungutan lainnya yang semuanya dilakukan oleh sekolah dengan dalih hal tersebut tidak dibiayai oleh dana BOS.

Sejumlah kalangan menilai, kalau sampai hari ini masih saja ada sekolah yang melakukan pungutan, pernyataan Ka Disdikpora dianggap “bagaikan melempar batu ke air” yang akhirnya tak berbekas.

Masih hangat dalam ingatan adanya surat edaran Bupati, yang melarang pengelola untuk tidak mengelola tabungan. Diketahui dibeberapa sekolah hal itu masih saja dilakukan. Artinya mereka itu tak mengindahkan himbauan Bupati. Bagaimana dengan edaran Kepala Disdikpora apakah akan bernasib sama.

Dampak dari banyaknya pungutan yang dibebankan kepada anak secara tiba-tiba, anak mengaku terkadang kehabisan ongkos untuk pulang sehingga mereka harus rela menunpang diatas kendaraan dengan bayaran hanya separuh dari ongkos yang seharusnya mereka bayar walaupun dengan penuh resiko. (*)

Warga Pertanyakan Laporan Dugaan Penyalahgunaan ADD

CIBUAYA, (MK).- Terkait adanya dugaan penyelewengan dana Alokasi Dana Desa (ADD) Desa Kedungjeruk, Kec. Cibuaya yang sampai hari ini belum jelas dalam waktu dekat akan dilaporkan ke polres karawang. Hal ini dilakukan atas dorongan masyarakat yang menginginkan adanya kejelasan laporan yang sebelumnya telah dilaporkan kepada kejaksaan negeri (kejari) Karawang beberapa waktu lalu.

Hal tersebut di katakan, oleh Atin Sutisna. Dalam keterangannya Atin membeberkan adanya dugaan penyelewengan dana ADD tahun 2008, sebesar Rp. 16 juta. Dana tersebut diduga dimakan oleh oknum.

Kata Atin, raibnya dana tersebut sudah ditangani intel Kejari, tapi hasilnya nihil. “Masyarakat menunggu hasil yang jelas, sampai hari ini belum jelas, makanya kami bermaksud akan melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian dengan harapan dapat dibuktikan,” jelasnya

Atin menambahkan, ada sejumlah saksi yang akan mendukung laporannya, “hal ini dilakukan karena warga merasa penanganan perkara yang dilakukan oleh pihak kejaksaan tidak jelas,” tegasnya.

Sementara Kades kedungjeruk, Nursidik, ketika “SJB” ke kantornya tidak berhasil ditemui. Bahkan ketika dihubungi melalui telpon selulernya yang bersangkutan tidak mengangkat telponnya. (*)